Pages

Dont judge the book by it cover

Halo kawan, minggu ini pertama saya posting sesuai jadwal yang saya tentukan sebelumnya. Sebelumnya saya mau curhat dulu. Sudah beberapa hari ini saya sakit batuk yang menyebalkan, membuat mulut saya pait dan badan lemas. Kalo udah gini jadi kebanyakan tidur sama makan deh jadinya. Padahal minggu ini minggu tegang temen temen. Hampir semua mata kuliah saya punya FP (Final project) dan belum ada yang beres, huhhu... do’akan saya cepet sembuh ya.

Oke, pada kesempatan kali ini saya akan bercerita sebuah pengalaman saya waktu ke gunung kidul minggu lalu. Ke sebuah pantai yang ombaknya dahsyat luar biasa disana kami bobo layaknya turis berjemur dan berenang nantangin ombak. Seperti orang surfing tapi kita beda rek. Karna kita penggermar olah raga ekstrim, kita surfing langsung pakai BADAN tanpa papan. Jadi kita nunggu ombak gede dateng ketika udah deket kita biarin tu ombak bawa kita ke tepi. Bayi banget kan? :D

Setalah kita puas main main di 4 pantai pada waktu itu, kita pulang dengan rasa bahagia, meskipun jadi item gara gara berjemur. Di jalan menuju wonosari itu tiba tiba kita menemukan sesuatu. Jajanan coklat coklat ada yang berbungkus plastik dan juga toples. Tapi ada yang aneh dari jajanan ini, kayaknya akrab deh, pernah liat dimana gitu. Sampai akhirnya temen kita Andrie intrupsi ke pak sopir. “Eh, Berhenti berhenti! Beli belalalng dulu yok buat oleh oleh”. Benar kawan, jajanan itu adalah belalang goreng.

Setelah relawan dari mobil kami turun untuk membeli belalang gurih dan pedas. Semua penghuni mobil terdiam ngeri lihat belalang yang masih kelihatan bentuknya itu jadi sebuah gorengan. Apalagi yang ada ditoples. Bagai kandang belalang tapi pada bobo semua jadi nggak gerak gerak. “Siapa nih yang berani makan?” tanya salah satu dari kita. Semua penumpang lalu bercerita satu persatu tentang pendapat mereka sama makanan ini. Ada yang alergi lah, ada yang nggak tega lah. Macem macem. Sampai ada satu orang sok berani mengajukan diri. Yang tak lain tak bukan adalah saya :D

Sebelum saya makan terjadi momen akward pada waktu itu. Terjadi kontak mata antar saya dan belalang. Raut wajah si belalang seakan akan mengintimidasi saya untuk nggak jadi makan. Tapi saya nggak bakal terpengaruh sama si belalang ini. Saya berada di puncak tertinggi rantai makanan, mana mungkin saya gentar? Saya mulai dari bagian pahanya. Emmm... masih belum ada rasanya. Kemudaian perut. Kali ini agak asin. Lalu kepala dan badan sang belalang, “kriuk kriuk...(hening sesaat) Enakk... :D” meskipun begitu teman teman saya tetap ngeri melihat saya makan binatang bertrakhea itu. Saya terus menikmati si belalang dengan gaya makan seperti iklan tim tam sambil meledek teman saya :D

Intinya kawan. Saya tau belalang itu jijik bagi sebagian orang, apalagi kalau jadi makanan. Tapi siapa yang tau kalau dibalik itu semua tersimpan kenikmatan sebuah cemilan tradisional rakyat gunung kidul? Sering kali kita menilai sesuatu hanya dari bentuknya saja. Atau mungkin masa lalunya. Apa yang terlihat bagi kita selama ini. Tapi apakah kalian yakin bahwa kondisi yang sekarang sesuatu itu masih seburuk kelihatannya? Kita hidup pada masa ini, bukan pada masa lalu, ataupun masa depan.  Jadi nilailah sesuatu dengan cerdas pada detik ini bukan hanya melihat luarnya saja, ataupun masa lalunya. Ketika kita melewatkan sesuatu yang sebenarnya baik didalamnya hanya karna luarnya saja. Percayalah kawan, kalian termasuk orang orang yang merugi. :)


Galih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar