Hai sobat Galembo! Apa kabar? :D. Postingan ini spesial buat
salah satu sobat galembo yang merindukan tulisan saya. Mohon maaf kalo akhir
akhir ini saya jadi jarang nulis padahal dulu janjinya seminggu sekali. Oke deh
kita mulai aja cerita minggu ini.
Pada tahun 2014 Indonesia mengalami pergantian presiden.
Waktu itu pemilihan pertama saya sebagai warga negara. Karna waktu itu saya
lagi kerja praktek di jogja alhasil saya nggak bisa pulang untuk memilih di
kediaman. Kalau mau tetep memilih ya harus pindah DPT dan mengurus di KPU. Hal
yang menarik di KPU sleman adalah banyak sekali waktu itu mahasiswa yang sedang
mengurus pemindahan DPT ini. Pemilu kali ini memang benar benar mengundang
perhatian, saling tegang sana sini. Mungkin karna kandidat presiden hanya dua
orang saja.
Waktu itu saya mengajak teman teman saya untuk memilih. Ada
yang mau ada yang memilih golput dengan berbagai alasan. Dari mulai “Calonnya
nggak pantes jadi presiden semua nih”, ”males ah nggak peduli” sampai “Siapapun
yang jadi presiden saya tetap jadi penduduk yang baik”. Sebenarnya nggak ada
aturan sih kalau seluruh warga negara wajib memilih di Indonesia.
Selesai KP ketika saya “ngucing” dengan teman teman saya di
sebuah angkringan ada hal yang menarik disini. Si penjual nasi kucing itu
terlihat bersemangat membicarakan pemilihan presiden kemarin meskipun yang
dipilih kalah. Statemen yang saya ingat adalah “Kalau saja masa kampanye
diperpanjang Prabowo tentu saja bakal menang”. Mendengar perkataan abang tadi
saya jadi mengalihkan perhatian saya kepadanya. “Coba aja liat tingkat
popularitas Prabowo, dari waktu ke waktu semakin naik kan?”. Popoularitas calon
presiden nomor urut satu ini memang terus menaik semasa kampanya akan tetapi
tidak bisa melampaui kandidat nomor urut dua.
Saya takjub sekaligus miris mendengar perkataan si penjual
nasi kucing ini. Seorang pedagang yang sering kali kita pandang sebelah mata
ini benar benar mengamati pergelakan politik selama pemilu. Akan tetapi apa
yang dilakukan mahasiswa? elemen masyarakat yang tidak lagi diragukan tingkat
intelektualnya. Memikul harapan bangsa, penyambung lidah rakyat. Untuk
menggunakan hak pilih saja masih ada yang lebih memilih golput dengan sejuta
alasan. Ironis sungguh ironis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar