Pages

Cabut Gigi

Waktu itu kalo nggak salah di bulan agustus 2016. Saya dan temen temen lagi nongkrong di tenda sadayana kemang. Tempatnya kayak warkop gitu, tapi pake tenda. Jajanannya variatif ada pisang bakar, omelet, mi, STMJ, dan banyak lagi. Mantab kan, Meskipun harganya relatif mahal dibandingkan dengan warkop yang biasa biasa aja, tapi tetep terjangkau untuk orang orang bermental desa seperti saya ini. Kerja di kota, soal tongkrongan tetep mental orang desa. Hidup wong ndeso!

Waktu itu agak rame, temen temen lagi pada nggak sibuk. Kita kumpul ketawa ketawa cekikikan. Mendengar cerita sehari hari, yang wajar tapi tetap mengasyikan :D. Lalu singkat cerita perbincangan kita mencapai pembahasan yang menarik bagi saya.

Beberapa temen saya yang kebetulan satu kantor sama saya, ceritanya habis periksain giginya di klinik deket deket kemang. Berhubung gigi saya rusak, denger cerita mereka, saya jadi pengen benerin, meskipun menurut saya sih udah nggak bisa di benerin, Temen temen yang belum tau ceritanya bisa liat di postingan saya sebelumnya disini.

Di kantor kami, sudah disediakan dana kesehatan untuk dimanfaatkan selama satu tahun. Hal itu yang menjadi motivasi bagi beberapa teman saya untuk memeriksakan giginya kemarin. Bahkan ada yang sampai ditambal 3 kali di gigi yang berbeda. Terus akhirnya dia nyesel karena ngabisin uang banyak padahal akhir taun masih lama. Karena fasilitas inilah saya jadi mupeng dengerin cerita mereka

Temen temen saya pun penasaran separah apa kerusakan di gigi saya. Akhirnya saya terpaksa menunjukan luka lama ini kepada mereka. Bukannya rasa iba malah hinaan yang saya dapet. Kata temen temen saya, gigi saya yang berlubang ini udah kayak septic tank. Yah begitulah yang namanya temen deket. Pertemanan kalian masih dangkal kalo kalian belum saling menghina (Teori macam apa ini).

Singkat cerita, akhirnya saya ke klinik gigi tersebut dengan teman saya. Jujur saya nggak berani sendirian, takut nanti nggak kuat naik motor pulangnya. Waktu itu saya ditangani oleh dokter muda. Saya lupa namanya.

Seperti yang saya bayangkan sebelumnya gigi saya yang ini sudah nggak bisa ditambal, mahkotanya sudah hilang. Saya pun memutuskan untuk meminta si dokter mencabut gigi saya. Risih juga sih punya gigi berlubang, susah di bersihkan dan takutnya nanti jadi sakit.

Tapi proses pencabutan gigi tidak seperti yang saya bayangkan. Gigi saya sepertinya enggan berpisah dengan saya. Susah banget di cabut. Satu jam berlalu tapi sepertinya belum ada perkembangan yang berarti. Si dokter muda tersebut menjelaskan situasi yang sedang dihadapinya sekarang

"Jadi gini mas, ini giginya susah banget di cabut. Ini nanti bakal saya belah jadi dua, lalu saya kikis sedikit tulangnya supaya akarnya bisa di cabut tuntas". kira kira seperti itu penjelasan si dokter

Meskipun si dokter terlihat "santai" mengatakannya, tapi sumpah, kata kata itu sangat ngeri di telinga saya. Akhirnya bor mini pun masuk ke rahang saya. Rahang saya bergetar, terasa sampai di kepala. Rasanya tuh ya, kayak kalian nggigit stick playstasion, waktu lagi main dragonball ketika kena bola semangatnya Son Goku. Yang nggak percaya silahkan coba sendiri deh. Sungguh pengalaman yang tidak bisa saya lupakan.

Akan tetapi setelah tulang sudah terkikis dan gigi sepertinya bisa di tarik, saya merasa sakit setiap kali dokter menarik akar gigi saya keluar. Akhirnya dokter memberikan solusi lain

"Sebenarnya ada dua cara untuk biusnya mas. Yang saya gunakan tadi, itu hanya di bagian dekat dengan gigi saja. Tapi karena masih sakit, saya suntikan ke rahang. Tapi nanti akibatnya setengah bagian di rahang bakal mati rasa bahkan bisa sampai ke pipi dan bibir"

Ya Allah, saya denger kata kata dokter tadi tu langsung pengen teriak. "Kenapa nggak dari tadi dok? kenapaaa?"

Saya udah lemes, saya pasrah mau di bius dimana aja asal cepet kelar. Akhirnya dokter menusukan jarum suntik yang panjang ke rahang saya. Tak lama setelah itu saya mulai merasakan bagian pipi dan bibir saya seperti menebal. Pencabutan gigi pun diteruskan hingga selesai. Lebih dari dua jam gigi saya di utek utek sama si dokter. Sadis.

Kalau di pikir pikir, salah saya juga sih. Namanya sakit itu jangan ditimbun. harus segera diobatin. Yah, masalahnya dulu mahasiswa sih. Boro boro ke dokter gigi. Ganti sikat gigi aja nunggu yang lama rusak. Jorok banget yak :D


Foto waktu cabut giginya nggak ada. Ini foto beberapa hari setelahnya :D

Galih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar